Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
dinilai belum mampu menumpas peredaran komestik berbahaya. Pasalnya,
ada sekitar 48 jenis merek alat kecantikan yang mengandung bahan
kimia beredar di pasaran. 50 persennya diimpor dari China. Jika
dibiarkan, bisa mengganggu kesehatan kulit yang berujung pada kanker
kulit. Wuih ngeri…!
Ketua BPOM Lucky S Slamet mengakui, produk kosmetik berbahaya masih beredar di pasar.
“Produk kosmetik ini sebagian besar
merupakan barang impor. Tapi, hampir setengahnya atau 50 persen
merupakan barang impor dari China yang tidak memiliki izin resmi
BPOM,” jelasnya di Jakarta, Kamis (27/12).
Lucky memaparkan, trend bahan-bahan
berbahaya alat kecantikan sepanjang tahun 2012 tidak berubah.
“Tahun-tahun sebelumnya sama. Padahal, cantik itu nggak harus putih,”
kata Lucky.
BPOM mengingatkan, masyarakat untuk
berhati-hati menggunakan kosmetik yang mengandung bahan kimia
berbahaya dengan bahan merkuri, hidrokinon dan pewarna.
“Kandungan berbahaya tersebut tidak
terasa dalam jangka waktu pendek. Tapi dalam pemakaian jangka waktu
lama bisa mengganggu kesehatan kulit yang berujung pada kanker kulit,” warning Lucky.
Bahan merkuri misalnya, jika dipakai
secara terus-menerus dalam jangka pendek dengan dosis tinggi, kulit
akan mengalami alergi yang sangat parah. Perubahan warna kulit,
bintik-bintik hitam, muntah-muntah dan bisa merusak ginjal merupakan
dampak langsung yang dirasakan penggunanya. Merkuri merupakan zat
beracun yang bersifat zat karsinogenik.
“Jika tidak dihentikan, pemakaian
merkuri akan merusak susunan saraf, otak dan ginjal secara permanen.
Inilah mengapa pemakaian merkuri dalam konsentrasi sekecil apapun
dapat bersifat racun dan menjadikan sebuah produk masuk daftar
kosmetik berbahaya,” imbau Lucky.
Sementara hidrokinon, lanjut dia,
termasuk golongan obat keras dan senyawa kimia yang bersifat larut air
dan banyak sekali dipakai pada kosmetik berbahaya. Karena sifatnya
sebagai antioksidan, berperan dalam proses penghambatan
melanogenesis (proses pembentukan melanin) sehingga mengurangi
warna gelap pada kulit.
Dalam dunia industri, hidrokinon
digunakan untuk pewarna rambut, cat kuku, senyawa untuk produksi cat,
bahan bakar minyak serta pernis.
“Dampak minimal dari hidrokinon adalah
iritasi dan kulit terbakar. Namun yang paling mengerikan pada
pemakain kosmetik berbahaya adalah munculnya sejumlah penyakit
seperti vitiligo (pigmen kulit hilang sehingga terbentuk area putih seperti panu) hingga okronosis atau kulit yang berubah hitam atau biru,” papar Lucky.
Lucky mengklaim, BPOM telah bertindak
tegas terkait temuan tersebut dengan melakukan penarikan produk dari
peredaran dan dimusnahkan.
“Temuan-temuan tersebut juga merupakan
tindak pidana. Karena itu, kasusnya dibawa ke pengadilan. Kita bekerja
sama dengan aparat penegak hukum lainnya,” jelas Lucky.
Ahli kulit dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FK-UI) Retno Iswari Tranggono menuturkan,
produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya bisa menyebabkan
ketergantungan jika tidak lagi memakainya. Kebanyakan pasien yang
datang, wajahnya menghitam dan timbul iritasi kulit yang sangat parah.
“Hal itu wajar mengingat kandungan
zat-zat kosmetik berbahaya tidak cocok untuk kulit manusia. Jika tetap
digunakan, efeknya bukan hanya merusak kulit, tapi juga mengakibatkan
kanker kulit dan kanker sistemik pada wajah,” jelas Retno.
Pendiri Ristra Institute of Skin and
Health ini menyarankan, sebaiknya berhati-hati dalam penggunaan kosmetik
yang mengandung zat kimia berbahaya. Sebab, bisa jadi penyebab
kanker kulit.
“Sebaiknya gunakan bahan kosmetik yang mengandung bahan alami, seperti asam alfa hidroksi yang mengandung bahan ekstrak mulberry, bengkoang, jeruk limun, arbutin, vitamin C yang bisa menjaga kesehatan kulit lebih aman,” saran Retno.
Bahayakan Konsumen, Izin Edar Produsen Kosmetik Bandel Dicabut & Dipidanakan
Untuk memberikan efek jera, Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan mencabut izin edar bagi para
produsen bandel yang terbukti mengedarkan produk kosmetik berbahaya.
Kepala BPOM Lucky S Slamet mengakui,
bahwa dari 48 produk kosmetika berbahaya tersebut, sebagian besar memang
tidak terdaftar alias produk ilegal.
“Jadi memang tidak jelas produsennya
dan kami akan memberikan sanksi tegas dengan mencabut izin edarnya,”
tegas Lucky tanpa menyebutkan berapa banyak produsen yang sudah
dicabut izinnya.
Dalam inspeksi mendadak (sidak) BPOM
tahun 2012, ditemukan produk ilegal yang tidak terdaftar sekitar
400.000 item kosmetik gelap yang beredar di pasaran dari 429 jenis
produk.
“BPOM akan terus melakukan uji sample
secara berkala bagi semua produk alat kecantikan yang akan dipasarkan
sehingga konsumen lebih terjamin menggunakannya,” kata Lucky.
Untuk memberantas peredaran komestik,
obat dan makanan ilegal, BPOM mengklaim, sebanyak 134 kasus telah
ditindaklanjuti dengan pro-justitia. 317 kasus lain
ditindaklanjuti dengan sanksi administratif. Dari 134 pro-justitia, 17
perkara sudah diputus pengadilan. Putusan tertinggi adalah pidana
penjara 3 bulan dan denda Rp 2 juta.
Produk yang mengandung zat berbahaya
antara lain Lie Che Day Cream, Lien Hua Night Cream, Walet Day Cream,
Night Cream Small, Pemutih Dokter, Pemutih Sejuta Bintang, Racikan Walet
Putih, Klip 80″s Night Cream, Klip 80″s Day Cream, Vayala Nightly
Cream, Vayala Daily Cream, Tailaimei Make Up Kit, Tiannuo Lipstick
Paris, Pund”s Lip Beauty Moisture, Feves Color Cream, Izuoca Eye Shadow
dan termasuk salah satunya produk kosmetik ternama “Pond”s Beauty Care
Make Up.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat
(Kabiropenmas) Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar bilang, siap menindak
hukum peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.
Menurut Boy, produsen barang yang
membahayakan konsumen bisa dijerat dengan pidana maupun
Undang-Undang (UU) No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Konsumen yang merasa dirugikan bisa
segera melaporkan untuk diproses lebih lanjut. Sanksi diberikan tanpa
tebang pilih,” tegas Boy.
Dijelaskan, dalam pasal 62 UU
Perlindungan Konsumen diatur tentang pelanggaran yang dilakukan oleh
pelaku usaha. Di antaranya, ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun
atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar terhadap pelaku usaha yang
menjual produk tidak sesuai label atau keterangan tentang barang itu.
Boy mengakui, delik UU Perlindungan
Konsumen adalah delik aduan. Karena itu, Polri harus menunggu konsumen
melapor terlebih dahulu. “Namun, kita akan melakukan operasi
penertiban bersama BPOM karena wewenang razia produk ilegal ada di
BPOM,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Sumber : kesehatan.rmol.co
0 komentar
Posting Komentar